WeLCoMe To 1'st Dewi's Blog

WelCome...!!! To My 1'st blog!!!


pendidikan

pendidikan
sangat menyedihkan ya... pendidikan di negara kita...so.. jangan pernah menyia-nyiakan pendidikan yang kita dapat, karena masih banyak di luar sana yang kurang mendapat pendidikan yang layak. semoga pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Rabu, 27 Mei 2009

MENINGKATKAN KUALITAS SEKOLAH-SEKOLAH

MENINGKATKAN KUALITAS SEKOLAH-SEKOLAH
http://imp.sagepub.com


Mengenali Kepemimpinan Siswa : Sekolah-sekolah dan jaringan – jaringannya sebagai sebuah kesempatan
Jane Mc Gregor
Improving Schools 2007; 10; 86
DOI: 10.1177/1365480207073725


Diterbitkan oleh :
SAGE
http://www.sagepublications.com


Pelayanan dan Informasi Tambahan untuk Improving Scholls dapat di peroleh di:

Email Alerts : http://imp.sagepub.com/cgi/alerts
Subskripsi : http://imp.sagepub.com/subscriptions
Cetak Ulang : http://www.sagepub.com/journalsReprints.nav
Izin : http://www.sagepub.co.uk/journalsPermissions.nav
Kutipan : http://imp.sagepub.com/cgi/content/refs/10/1/86










Mengenal Kepemimpinan Siswa : sekolah-sekolah
dan jaringan – jaringannya sebagai sebuah kesempatan

Jane McGregor®
Anggota Penelitian, Universitas Nottingham
Dan penelitian pendidikan “United Kingdom”(UK)


Abstraksi
Menyikapi meningkatnya ketertarikan pada suara siswa, artikel ini memberikan contoh keterlibatan kegiatan siswa di dalam “National College of School Leadership” (NCSL) terbesar yang mengembangkannya dan pencetus gerakan awal : Proyek komunitas belajar melalui jaringan. Dalam level penelitian, suara atau pendapat siswa dan partisipasinya biasanya dilaporkan sebagai dimensi penting dalam pengembangan jaringan. Mengenali dan mengkonsepkan keterlibatan siswa tadi dalam kepemimpinan sedang diperbincangkan dalam kaitannya dengan peranan para peserta didik sebagai agen aktif dalam meningkatkan kegiatan belajar di sekolah dan jaringan-jaringan sekolah. Sebuah penelitian dari NCSL mengindikasikan pada umumnya pada percakapan sederhana diantara para siswa di sekolah-sekolah tentang apa itu kepemimpinan, tetapi indikasinya mengarah kepada definisi pribadi, bentuk sebuah hubungan. Sedang diperdebatkan mengenai persepsi dari kepemimpinan sebagai sebuah proses yang berhubungan yang mempengaruhi daripada tingkatan hierarki kekuatan yang diperkuat atau menguatkan kemungkinan mengenali siswa yang berpotensi sebagai pemimpin. Sekolah-sekolah dan jaringan-jaringannya disarankan atau dianjurkan sebagai tempat-tempat penting bagi penyebarluasan kepemimpinan sebagai pengaruh yang melalui cabang perasaan seperti negosiasi dan ajakan yang memungkinkan mengetes dan merubah struktur yang ada.

Kata Kunci : Pengembangan jaringan, kepemimpinan siswa.


1. Pendahuluan
salah satu bagian yang menjadi perhatian antara tingkatan dari ‘Atas-Bawah’ dan ‘Bawah-Atas’ (atau dari luar-dalam daripada dalam-luar) adalah inisiatif peran siswa dalam pembentukan ulang dunia pendidikan riset yang ada menyarankan kalau pendapat siswa dapat berfungsi sebagai katalisator perubahan di sekolah-sekolah. Dalam hubungannya dengan peningkatan KBM, Kurikulum dan Organisasi dan Evaluasi di sekolah (Fielding and Bragg, 2003; Lodge, 2004; Macbeath et al., 2003; Rudduck and Flutter, 2004; Thomson and Gunter, 2005). Didalamnya disarankan agar Jejaring sekolah menawarkan tempat-tempat khusus yang memberikan kesempatan para siswa mengembangkan pendapat siswa dengan terlibat dan berdialog dengan orang-orang dewasa. Lanjut lagi perlu diciptakan kondisi jejaring yang bernilai plus belajar dari orang lain dan menyebarkan latihan diantara sekolah-sekolah, pengaturan yang lebih demokratis dan terbuka. Akan lebih bermanfaat begi peningkatan mutu sekolah (Levin 2000) mengidentifikasi tempat-tempat belajar dalam jejaring pokok-pokok asosiasi yang memiliki kesempatan-kesempatan berbeda untuk menempatkan dan dengan sengaja mendukung kerjasama hubungan antara orang dewasa dan muda-mudi.

Dalam menjawab pertanyaan ‘poin pengaruh apa yang terbaik untuk menyokong suara siswa untuk mempengaruhi sistem di sekolah?’ Dana Mitra (2005) menggunakan teori pergerakan sosial untuk menganalisa keuntungan dan kerugian dari sekelompok suara siswa “didalam” sekolah, sebagai contoh, organisasi dasar-komunitas. Dia menemukan bahwa posisi kelompok-kelompok (perluasan dari dimana seorang penantang dianggap memiliki suara terbaik) mempengaruhi bentuk aliansi dan ketahanan dan legitimasi dari usaha penyampaian pesan siswa yang berbeda-beda. Lebih jauh disarankan penempatan aktifitas pendapat siswa itu penting dalam hubungannya dengan pengembangan hubungan kolaborasi didalam dan antar sekolah.
Menindak lanjuti sebuah deskripsi dari program “Networking Learning Activitas” (NLC) dan laporan keterlibatan siswa didalamnya. Artikel ini menelusuri pemahaman baru dari (pendidikan) kepemimpinan sebagai sebuah proses dan pokok-pokok umum dari rendahnya kesadaran dan kesalahpahaman tentang kepemimpinan di sekolah. Contoh-contoh kegiatan berpendapat siswa di NLCS yang kemudian di tinjau dari sudut kepemimpinan sebagai pengaruh dan pentingnya mengenali dan memahami hal ini, umumnya dalam hubungannya dengan pembelajaran, sedang didiskusikan.


Komunitas Pembelajar Jejaring
Program selama 4 tahun NLC, yang ditutup pada tahun 2006, adalah pengembangan terbesar dan proyek perakarsa dari “National College of School Leadership (NSCL: Kampus Nasional Kepemimpinan Sekolah). ¹NLCS merupakan kumpulan sekolah, dengan kerabat atau sahabat universitas dan pemerintah setempat, yang dengan sukarela datang dengan tujuan meningkatkan kualitas belajar siswa, pengembangan profesional dan belajar antarsekolah melalui pendekatan kolaboratif dan orientasi enkuiri. Pada Juli 2005 ada 135 jaringan disekitar 90 pemerintah lokal di Inggris. Mereka membandingakan 1533 sekolah dengan jumlah pengajar lebih dari 235.000 dan jumlah siswa lebih dari 500.000. 70% siswa siswi sekolah dasar, 25% siswa siswi SMP dan mereka umumnya berasal dari sekolah negeri di Inggris. Jangkauan jaringan sekolah dimulai dari 6 sampai 44 sekolah.

Networking Learning Group (NLG) : Kelompok atau Komunitas pembelajar melalui jaringan, yang mendukung dan mengembangkan program NLC, Telah berkomitmen terhadap publik dalam transformasi potensial tentang kekuatan suara siswa di dalam belajar berbasis jaringan, peningkatan waktu sekolah dan dalam kemungkinan demokratik yang timbul.
Pendapat atau suara siswa bertugas dalam menghargai masyarakat dan menghargai proses belajar yang dihasilkan ketika digabungkan dengan kapasitas dan banyaknya suara disekolah kami. Pada dasarnya bersifat optimis dan aspiratif juga, mewakili kepercayaan dalam berkontribusi yang tercipta ketika kami melepaskan semua yang mau bertanggung jawab dalam proses belajar disekolah, yaitu guru/pengajar/ dan para siswa siswi (Jakson, 2004 : 7)
Analisa dari level-program NLC yang pertama membutuhkan 1 jaringan pengikut (ditentukan pada tahun 2002) menyarankan jejaring sekolah harus menggabungkan berbagai aspek yang berasal dari suara siswa, terutama dalam kaitannya dengan mengajar dan pembelajaran. Meskipun demikian, hingga saat ini masih belum jelas apakah hal ini diutamakan dalam sekolah-sekolah individu atau kegiatan diluar jejaring.
NLC menunjukkan pertumbuhan pesat kemampuan organisatoris dalam mendengarkan dan bereaksi secara kolaboratif dalam perspektif siswa dalam mengevaluasi dan mendesain proses belajarnya. Hal ini dapat menumbuhkan dorongan perubahan melalui peningkatan pengetahuan organisatoris dan pemahaman siswa tentang apa yang dapat berguna dan apa yang dapat berguna lebih baik lagi untuk mereka (Dudley et.al., 2003)
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bentuk kerjasama yang berbeda antara sekolah dan antar jaringan-jaringannya dengan lebih menghargai pendapat siswa yang nanti akan dibahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya artikel ini.
Kepemimpinan, keterlibatan siswa dan kebutuhan kolaborasi yang diidentifikasikan sebagai pokok utama dari kesimpulan NLC dalam kaitannya pada proses kunci dan prinsip : hubungan yang jelas tentang hal ini (kepemimpinan) akan dijabarkan melalui penelitian setingkat program NLg dan juga pengembangan yang telah menjadi bagian dari program tersebut dijabarkan didalam artikel ini.

Keterlibatan Siswa dalam NLCs
Bahasa yang digunakan dalam menjelaskan keterlibatan siswa didalam NLCs tentu saja penting. Suara siswa meliputi jangkauan kegiatan yang membangkitkan refleksi diskusi, dialog, dan aksi yang terutama mempedulikan siswa. Tetpi juga melalui implikasinya, staf sekolah dan komunitas yang mereka layani (Fielding dan McGregor,2005:3). Seperti yang Roger Holdsworth (2004) ungkapkan dalam keberagaman atau jenis-jenis tipologi, ide-ide dari ‘konsultasi’ dan ‘keterlibatan’ lebih dibatasi daripada ‘partisipasi’ dan ‘aksi’ bagaimanapun juga, untuk lebih maju, NLG memutuskan untuk menggunakan ‘keterlibatan’ sebagai sebuah dasar cakupan untuk memasukkan suara siswa, kepemimpinan siswa, dan sebagainya. Salah satu dari lima pengembangan dan kelompok-kelompok penyidikan dibuat untuk mendukung jejaring dan membangun kapasitas menuju perubahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Pada kelompok pertama dari NLCs (n = 84), 41% mengidentifikasikan suara siswa sebagai rencana utama mereka dalam proses belajar jejaring dan jejaring sesudahnya melaporkan peningkatan ‘keterlibatan siswa’, sebagai contoh melalui :
• Tanya jawab yang mengundang persepsi siswa;
• Peningkatan dari efek balik dalam pengajaran dan pembelajaran;
• Seminar yang di adakan oleh dan untuk para muda-muda mudi;
• Kunjungan-kunjungan siswa ke sekolah-sekolah lain;
• Penelitian-penelitian dimana para siswa bertindak sebagai peneliti dan asisten peneliti (McGregor, 2005).
Mode-mode kerjasama yang berbeda-beda antara orang-orang dewasa dan kawula muda menyediakan kesempatan terciptanya pengaruh yang berbeda-beda pula, atau kepemimpinan yang berbeda dalam kaitannya dengan pembelajaran dan persekolahan sebagai contoh, semua sekolah memproduksi dan menggunakan dalam persiapannya dan proses pencapaian hubungan dengan para siswa, dan menyelidiki dan menggunakan persepsi siswa sebagai langkah penting menciptakan sumber data yang kuat di sekitar ‘apa yang berfungsi’ untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran dan pengalaman belajar. Sejumlah kegiatan NLCs menggunakan kuesioner untuk menyediakan garis dasar pengalaman siswa didalam jaringan. Meskipun demikian, seperti yang Michael Fielding (2002, 2004) fokuskan, diperlukan adanya dialog dengan para siswa sebagai respon dan aktif (daripada sumber data yang pasif) yang mendukung gerakan menuju eksplorasi kondisi dalam proses belajar dan menciptakan tempat bagi peran serta siswa.

Didalam kerja sama dengan para siswa, sebagai contoh dengan yang seumur, antar kelompok usia atau dengan orang dewasa, kita dapat mulai melihat tantangan dalam ‘praktek pemisahan’ yang biasanya mempertahankan pengaturan intitusi sekolah yang seringkali tidak mendukung suara dan pilihan siswa. Mungkin hanya dalam kesempatan tersebut para siswa dapat mempraktekkan sifat kepemimpinan yang nyata lebih dari sekedar berperan sebagai pemimpin di sekolah konvensional dan menampilkan kembali kekuatan persahabatan yang sejati. NLCs juga melaporkan terciptanya peran serta siswa yang lebih luas jangkauannya dan perkembangannya : sebagai contoh, sebagai mentor teman sebaya, guru atau pengajar, peneliti, dan duta besar didalam dan antar sekolah dan juga antar jaringan. Bagian berikutnya mengganti konsepsi kepemimpinan diikuti dengan deskripsinya dari hasil survey yang menemukan baru-baru ini rendahnya tingkat kesadaran dan wacana tentang ‘penerapan’ kemungkinan kepemimpinan diantara para staf dan para siswa.

Kepemimpinan dan Pembelajaran
Pengembangan baru-baru ini didalam pedagogi dalam kaitannya dengan kepemimpinan dan pembelajaran yang secara eksplisit terfokus pada hubungan kawula muda sama baiknya dengan orang dewasa, melalui penggunaan pendekatan kognitif dan metakognitif yang kuat sebagai contoh, melalui penguasaan untuk pembelajaran dan reaksi ketika dikondisikan untuk belajar (Desforges, 2003). Yang lebih penting, siswa datang untuk berada didalam kelas dan sekolah bertindak sebagai teman dalam proses belajar yang mereka lakukan sendiri dan secara aktif memiliki proyek untuk mengivestigasi siswa sebagai peneliti atau asisten peneliti dengan para pengajar (Fielding dan Bragg, 2003; Raymond, 2001), pengembangan seperti ini harus diikuti dengan teori kepemimpinan yang baru yang mengidentifikasi kepemimpinan yang efektif harus disebarkan atau disalurkan melalui bentuk organisasional daripada hanya terletak pada satu individu.

Secara tradisional, menulis tentang kepemimpinan pendidikan fokus terhadap pemimpin sekolah sebagai satu individu melalui model acuan yang dominan dari kepemimpinan yang intruksional dan transformasional. Dimensi terpusat kepada seseorang seperti penciptaan visi atau penyediaan dukungan telah secara halus terasosiasi kepada kepala sekolah. Bagaimanapun juga pada beberapa tahun belakangan, telah ada peningkatan perhatian kepada “pemimpin tengah”, menyadari jika kepemimpinan dapat berfungsi dibagian lain disekolah sebagai organisasi (Haris dan Bennett, 2001). Lebih jauh pada poin ini kepada kemungkinan pemisahan kepemimpinan dari satu individu dalam rangka meletakkannya kembali sesuai fungsinya, serta didalam organisasi (Bennett dan Anderson, 2003:3). Pada asas yang berlawanan, bukti-bukti menunjukkan dan juga menyarankan keterlibatan aktif dan keterbukaan kepala sekolah penting dalam mengembangkan situasi tersebut (Earl et al., 2006).

Meneliti dengan cermat pengaruh “kepemimpinan” merupakan sebuah langkah berharga. Peter Gronn mencatat bahwa :
Kepemimpinan merupakan salah satu batas keluarga dalam hal akademik dan penggunaan umum yang meminta untuk mendesain mode-mode tingkah laku manusia dan penggabungannya secara historis , kerabat kekeluargaan terdekat yang lain meliputi, kekuatan, kekuasaan, pengaruh, manipulasi, dorongan dan ajakan, dalam ketidakterkaitannya, kepemimpinan selalu menjadi turunan yang paling disukai.
Selanjutnya dia menyatakan, bagaimanapun juga kepemimpinan jarang sekali mampu berdiri sendiri tanpa dukungan kekerabatannya : pengaruh.

Pentingnya kurikula dan literatur di sekolah gagal mengidentifikasi dan bekerja sama dengan kekuatan, yang telah digunakan sebagai batasan kritik dalam konteks yang tidak dimiliki kepemimpinan. Kekuatan ditafsirkan sebagai kemampuan untuk bertindak, (atau hak untuk menentukan langkah/tindakan) untuk menghasilkan reaksi, yang bisa positif maupun negatif, seperti yang disarankan oleh pandangan relasional kebangkitan kekuatan pada dekade terakhir, bisa dilihat sebagai ‘kekuasaan untuk’dan ‘kekuasaan dengan’ daripada ’kekuatan menguasai’ (Gunter, 2005). Kepemimpinan tidak sama dengan kekuasaan, meskipun demikian, masih memiliki kemiripan dan konseptualisasi ulang dari kepemimpinan di dalam pendidikan menyarankan bahwa hal ini akan lebih berguna jika dipandang sebagai sebuah pengaruh (Hosking, 1999). Mengenali pengandaian lain dari kekuasaan, yang mungkin bisa dipandang sebagai sebuah pengaruh seperti persuasi dan negosiasi (Allen, 1999). Memiliki sesuatu untuk ditawarkan ketika kita melihatnya dari sudut pandang anggota komunitas sekolah yang berbeda dapat menjadikan kepemimpinan melebihi peranan dan struktur tradisionalnya.

Penelitian dari sekolah kepemimpinan yang sukses (Bennett and Anderson, 2003; Earley et al.,2002) telah menjadi yang terdepan dari pentingnya distribusi praktek kepemimpinan dalam mengamankan dan mempertahankan pengembangan sekolah. Pemimpin-pemimpin yang berhasil telah menyadari keterbatasan dari kepemimpinan terpusat dan melihat peran kepemimpinan mereka sebagai pemberi semangat utama bagi yang lain untuk memimpin melalui pendekatan distributif. Silins dan Mulford (2000) menunjukkan, siswa terbentuk lebih kepada tujuan untuk meningkatkan sumber-sumber kepemimpinan yang di distribusikan melalui komunitas sekolah, seperti kepemimpinan melalui organisasi pembelajaran dan guru sukarela efektif pada skala yang lebih besar dalam mempelajari pengembangan organisasi pembelajaran ditunjukkan untuk meningkatkan tahapan yang jelas dari faktor tersendiri dari perwujudan awal sebuah iklim terpercaya dan terkolaborasi dan pembagian tugas didalamnya yang mendukung dan inisiatif pengambilan resiko dapat bermanfaat.

Alma Harris dan Linda Lambert berpendapat jika gagasan tentang kepemimpinan dapat ditelusuri lebih jauh sebagai sebuah proses daripada ‘seseorang’, fokus kepada hubungan daripada sebuah peran, praktek kepemimpinan mungkin bisa dilihat tersebar pada keseluruhan komunitas sekolah.
Kepemimpinan adalah tentang belajar bersama dan membangun ilmu dan pengertian secara kolektif dan berkolaborasi. Ini meningkatkan kesempatan untuk mengemukakan dan memediasi persepsi, nilai, keyakinan, informasi dan asumsi melalui dialog berkelanjutan. Maksudnya menyatukan ide-ide bersama, untuk mencari akibat mendasar dan menciptakan kerjasama dalam lingkup kepercayaan berbagi dan informasi baru ; dan untuk menciptakan tindakan yang bertumbuh diluar pemahaman yang baru. Ini seperti inti dari kepemimpinan. Kepemimpinan adalah tentang belajar bersama. (Harris dan Lambert, 2003: 3)

Aktivitas sederhana tersebut mempengaruhi dorongan dan formasi dari kendali-nilai (daripada berdasarkan peranan semata-mata) hubungan dan suara penting bagi guru dan siswa dan anggota lain didalam komunitas.

Helen Gunter bersikeras agar kita tidak boleh melupakan kealamian dari pendidikan kepemimpinan.
Pendidikan kepemimpinan terfokus kepada sistem pendidikan, ini tentang pendidikan, kesatuan dari proses belajar dan hasil dan ini mendidik ... pendidikan kepemimpinan tidak hanya harus memberikan organisasi yang efisien dan efektif, tetapi juga harus tentang mengubah struktur kekuatan dan kebudayaan yang kita warisi dan itu dapat menjadi batasan dari pengembangan demokrasi (Gunter, 2005: 6)
Sementara secara nyata sekolah tidak hanya satu-satunya tempat untuk belajar (siswa siswi menghabiskan 80% dari waktu mereka ‘diluar’ selama pendidikan wajib) tanggung jawab bagi pembelajaran siswa masih terletak pada publik formal disekolah dan semua yang ada didalamnya, yang mengabaikan ketidakadilan sosial yang lebih luas yang mempengaruhi hasil pendidikan. Praktek sosial dari pembelajaran dan pengajaran bagaimanapun juga adalah fungsi inti dari sekolah dan Jean Rudduck dan Julia Flutter (2004) berpendapat bahwa disana terletak garis kekuatan yang lebih kuat dan lebih mendasar, dimana ada potensi yang lebih hebat bagi perubahan fundamental untuk hubungan dan pedoman untuk meningkatkan kemungkinan belajar dan pengalaman positif bagi mayoritas kaum muda.

Konsep kepemimpinan sebagai sebuah pengaruh yang disalurkan melalui sekolah dan digerakkan malalui dasar kekuatan seperti persuasi dan negosiasi, menyediakan sebuah bingkai untuk mengenali batasan para siswa (pendidikan) kepemimpinan disekolah dan jaringannya, sebagai contoh, melalui penelitian para siswa tentang kondisi dari pembelajaran dan pengaruhnya terhadap perubahan didalam pengajaran dan pembelajaran menghasilkan peran baru seperti pendapat siswa wakil pelaksana atau wakil jaringan-jaringannya yang ada. Meskipun demikian, ada sedikit kesadaran tentang kemungkinan tersebut, seperti rangka luar dalam penelitian dibawah persepsi kepemimpinan di sekolah-sekolah.

Persepsi Dari Kepemimpinan di Sekolah-sekolah : Pembelajar Terdepan
Pada penelitian nasional dari kepemimpinan di sekolah-sekolah Inggris yang disponsori oleh NCSL (Jones et al.,2003), 1100 staf dan siswa siswi dari 157 sekolah telah di survey : melalui wawancara dan workshop yang dilaksanakan di 10 sekolah. Penelitian tersebut menemukan bahwa tingkat kesadaran dan percakapan tentang kepemimpinan dan gagasan tentang bagaimana anggota lain disekolah dapat memberikan efek tentang kepemimpinan sangat rendah. Meskipun demikian penelitian ini telah mengindikasikan kemungkinan bagi pengenalan kepemimpinan siswa dalam pelajaran daripada dalam peran tradisional sebagai pemimpin.

Empat sekolah, yang di undang untuk ikut berpartisipasi dalam studi kasus karena kemajuan pesat mereka dalam pendapat siswa juga muncul seiring struktur kepemimpinan disebarkan secara luas. Meskipun demikian, para siswa disana tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan dapat di lihat sebagai mempraktekan kepemimpinan:
Para siswa….. mengekspresikan pengungkapan pada kesadaran bahwa banyak dimensi-dimensi dalam kegiatan mereka melalui sekolah berhubungan dengan kepemimpinan : sebelumnya mereka telah melihat atau mendengar kegiatan berpendapat para siswa sebagai “pemacu”. (Jones, et al., 2003 : 117)

Alam yang bertentangan disekolah-sekolah (jika dibandingkan dengan dunia perdagangan) telah menjadi pokok bahasan oleh paham universal tentang pentingnya persahabatan. Ketika ditanyakan ‘apakah kepemimpinan itu?’ para staf dan siswa kebanyakan menjawab dalam konteks ‘berdasarkan individu’, social dan mementingkan orang lain dan hal itu di petakan kedalam model relational dari kepemimpinan. Hal ini sebangun dengan penelitian yang menunjukkan hal ini oleh konsekuensi dari perubahan dalam persahabatan yang para siswa secara konsisten sebagai yang terpenting ketika berkonsultasi mengenai pembelajaran mereka (Rudduck and Flutter, 2004).

Konsep kepemimpinan adalah menciptakan perubahan positif yang terjadi seiring dengan waktu yang telah disuarakan oleh para guru di dalam pelajaran mengenai diskusi tentang peningkatan kualitas sekolah. hasil dari lembar tanya jawab menunjukkan jika para staf mengira jika menginisiasi perubahan dalam praktek dengan orang lain merupakan hal penting : berbagi ide, berinteraksi dengan jaringan yang lebih luas dan merefleksikan pelaksanaannya sendiri untuk memperkenalkan ide baru kepada sekolah juga disorot sebagai suatu hal yang penting.

Laporan yang diterima menyarankan jika ada penghalang yang secara signifikan berkembang dalam memimpin pembelajaran adalah persepsi para orang dewasa tentang para siswa-sebagai ‘anak-anak’ yang tidak bisa dan tidak tahu apa yang baik bagi diri mereka. meskipun demikian, para kawula muda telah dilihat sebagai ‘siswa siswi’ yang telah mampu untuk dilatih keterampilannya untuk berkolaborasi. Dengan para orang dewasa dan asisten pembelajar, kemungkinannya terbuka bagi mereka untuk berimajinasi tentang peningkatan yang membangun dan perubahan di sekolah-sekolah dan untuk secara aktif terlibat dalam keputusan yang mungkin berpengaruh terhadap hal tersebut. Hal ini sangat beralasan untuk menyarankan pembentukkan ulang struktur sekolah sendiri tidak akan memimpin kepada peningkatan kualitas peserta didik jika hal ini tidak dihubungkan secara mendalam dengan perubahan dalam bagaimana para pendidik berfikir dan mendukung kawula muda.

Pendekatan secara tradisional terhadap kepemimpinan siswa sebagai contoh, melalui system terpimpin ( dihadirkan dalam 69 % sekolah yang di survey), peserta didik ‘kutu buku’, dan perwakilan sekolah konvensional menunjukkan peningkatan hanya pada sejumlah kecil kawula muda. Perwakilan sekolah seringkali taat kepada ‘peraturan tak tertulis’ jika mengajar dan pembelajaran tidak dapat di diskusikan (Jones et al., 2003). Secara keseluruhan, hanya 6 persen dari responden kalangan siswa dilaporkan berpegangan pada posisi kepemimpinan ‘formal’ tersebut. Hampir seluruh sekolah memiliki tim olahraga , tetapi hanya 14 % dari responden kalangan siswa pernah bermain sebagai ketua didalamnya dan 76 % mengatakan jika mereka tidak pernah berperan sebagai pemimpin dalam kegiatan ekstrakurikuler. posisi berdasarkan kepemimpinan yang demikian hanya mempengaruhi minoritas dari tubuh siswa. Meskipun demikian, rating partisipasi bagi kepemimpinan dalam kegiatan dikelas ternyata lebih tinggi : contoh, 68 % responden siswa telah memimpin kelompok kecil yang bekerja di dalam kelas. Kebanyakan dari siswa tidak memiliki kesempatan untuk melatih kepemimpinan di sekolah, terutama dalam pelajaran. Tetapi kegiatan semacam itu sangat jarang disadari atau dibicarakan dalam kondisi seperti itu (Jones, 2004)

Daerah lain dalam keterlibatan siswa yang menyediakan peluang bagi para siswa untuk menunjukkan dimensi kepemimpinan meliputi menyamai mentoring , siswa sebagai guru dan assisten kelas, dengan siswa sebagai peneliti telah di identifikasi. Dalam penelitian sebagai contoh terjelas dari kebertahanan dan kegiatan pengembangan kepemimpinan berdasarkan - proses. Ketika kesempatan kepemimpinan siswa telah dikembangkan kedalam studi kasus kegiatan sekolah bergantung kepada penyampaian dan pengembangan dari guru-guru individu di dukung oleh kolega-kolega mereka. Untuk mempromosikan dan menelusuri pendekatan yang seperti NLG lakukan telah menempatkan pengembangan keterlibatan siswa dan proyek awal seperti di deskripsikan dibawah ini.

Keterlibatan Siswa dalam NLCs : Pengembangan dan Proyek Awal
Tujuan dari proyek ini dalam program NLC adalah untuk meningkatkan kesadaran dari kemungkinan dari keterlibatan siswa secara aktif dalam NLC untuk menggabungkannya kedalam yang mungkin dimaksudkan dalam kondisi kegiatan jejaring dan pembelajaran antar sekolah. Mengikuti peluncuran konferensi pada Desember 2003, yang dihadiri oleh delegasi dari 12 jaringan (dewasa dan para siswa) dari seluruh penjuru Inggris, di dukung oleh NLC, melalui fasilitasi dan aksi pembelajaran dalam sanggar kerja pengembangan untuk mendorong yang lain dalam meningkatkan kualitas kerja mereka., hal ini disajikan saat konferensi nasional untuk keterlibatan siswa di London yang dihadiri lebih dari 300 delegasi termasuk 35 NLC, dengan Konferensi Nasional Lanjutan di Nottingham pada tahun 2005 dilaksanakan.

Pada konferensi untuk mengevaluasi timbal balik yang didapat, para guru berkomentar dengan antusias pada perbedaan yang dirasakan bekerja sama dengan kawula muda melalui metode ini. Para dewasa merasa mereka lebih cenderung kepada model pembelajaran tingkah laku dan kagum dengan tingkah laku ‘mereka’ dan siswa lain tunjukkan, biasanya mereka memimpin sanggar kerja. Para dewasa berkata (dalam konteks NLG) tentang ‘tingginya pengaruh’ yang di asosiasikan dengan kegiatan seperti itu untuk ke jenjang-dimana bekerja adalah penyemangat langsung dengan para peserta didik dan biasanya dimana peserta didik dan para dewasa bekerja sama pada sesuatu hal baru dan secara konsekuen menelusuri sesuatu yang secara signifikan di dalam hubungan kerja sama. Juga di sarankan pendekatan kolaborasi. Seperti ini juga cenderung lebih inklusif dalam keterlibatan dukungan para staf, sebuah sudut pandang yang menguatkan dari kebutuhan lanjutan.

Penelitian NLG secara lebih luas mengedepankan proyek silang oleh tim pekerja lapangan yang terdiri dari para peneliti dan para fasilitator, dan sejumlah program kebutuhan lebih luas yang di laksanakan, dengan tujuan penelitian seperti melokasikan dan memfasilitasi pembelajaran orang dewasa dan dampak dari aktivitas jejaring terhadap hasil peserta didik yang tercipta ( Hadfield et, al., 2005 ; Worrall et al., 2006). ³sebagai tambahan bagi program evaluasi eksternal yang sedang berjalan (Earl et al., 2006), kilas balik tahunan dari kegiatan dan rencana dari jejaring yang ditemukan memberi kontribusi kepada dasar pengetahuan (NCSL, 2004)

Sebuah dimensi penting dari proyek NLC dalah kebutuhan “nyata”, menginformasikan tentang program dan perkembangan system pendanaan telah telah diserahkan kepada 5 jejaring regional yang telah menunjukkan komitmen dan inovasi mereka sebagai bagian dari pengembangan keterlibatan siswa dan proyek pemrakarsa. Pengembangan kegiatan telah ditentukkan oleh sekelompok pembimbing Asisten Koordinator. Komponen awal, yang terdiri dari evaluasi, observasi, semi-struktur wawancara dan kelompok focus, dibawa oleh peneliti NLG dan 3 konsultan siswa yang bekerja kepada NLG dan “Bedfordshire School mImprovement Partnership” (BSIP) selama tahun reses mereka. Para peneliti fokus kepada aktivitas jejaring diantara sekolah-sekolah dan jaringan-jaringannya.

Tabel 1 : Contoh dari kegiatan keterlibatan siswa dalam NLCs

Arah mengalirnya kegiatan Keterlibatan siswa Contoh dari NLC
Dari satu sekolah ke sekolah lain Kehadiran siswa sebagai staff dari sekolahnya sendiri mengikuti konferensi nasional Dewan Antar-Sekolah Sout Suffolk NLC
Video Jejaring Warckwickshire Inclusion Network
Dari 1 sekolah Ke banyak sekolah Mengetuai proyek untuk menghasilkan transisi melalui sekolah menengah, termasik memproduksi CD rom Haverhill NLC
Siswa sebagai guru dan pelatih Pembelajaran Kooperatif NLC
Pelatihan keahlian belaar dengan siswa KS3 kemudian disajikan dalam konferensi Konsorsium untuk Peningkatan Sekolah
Banyak Sekolah ke satu sekolah Konsultasi ICT Bedforshire School Improvement Partnership/United
Pengembangan Pintu masuk dan Komunikasi on-line oleh para siswa South Dartmoor NLC
Kunjungan Internal/
Belajar jejaring berjalan Kepemimpinan BHEK unuk pembelajaran
Bayak Sekolah Ke Banyak Sekolah Dewan Sekolah Jejaring/
parlemen Daerah kesempatan,
Berfikir Dahulu
Konferensi nasional dan daerah Bolton Pastoral NLC di Utara Inggris

Tabel 1 memberikan contoh dari keterlibatan kegiatan siswa di NLC dengan mengacu kepada pembentukan asosiasi, arah/tujuan mengalirnya informasi dan indikasi dari letak dialog potensial dan pengembangan praktek gabungan “Pembelajaran Jejaring” (jackson, 2004) tampaknya telah memberikan dampak positif dalam hubungannya dengan pembentuka antar sekolah daripada madiri atau antar jejaring. Dari cakupan interaksi, kunjungan-didalam (secara inisial Belajar sambil Berjalan) dengan protokol persetujuan dan pembuktian fosi populer jalur dai sekolah-sekolah/ Staf/ siswa belajar dari yang lain (NCSL, 2006). Keuntungan bagi kelas dan kesegeraan dai pengalaman dan umpan balik dapat menjadi sangat signifikan dalam menyarankan perubahan yang dapat ditindak lanjuti diata/didalam, sekoalh lain didalam atau antar jaringan itu sendiri.

Bagian selanjutnya akan mendeskripsikan beberpa kegiatan yang telah ditelititi dan memiliki pengaruh terhadap orang dewasa, kawula muda dan keterlibatan sekolah, memalui siswa memiliki keterlibatan yang lebih besar dan menjadi didengar oleh dalam kaitanya untuk menjelajah dan meningkatkan pengalaman dan kondisi pembelajaran.

Pendapat siswa sebagai evaluator untuk perubahan dalam NLCs
Kegiatan berpendapat siswa dapat menyediakan guru pemahaman yang lebih baik bagi siswanya, bagaimana mereka belajar dan juga apa yang menghentikkan mereka untuk terus belajar. Kegiatan ini dirangkai secara dominan sebagai kegiatan antar seklah, dengan 36% jaringan emndeskripsikan dalam tingkatan jaringan terstruktur. Kegiatan ini didukung oleh sejumlah jejaringtermasuk kolaborasi kelompok kerja antar sekolah, penempatan kegiatan-kegiatan antar sekolah dan konferensi, kursus kepemimpinan dan kesempatan bagi para siswa memberikan presentasi-presentasi kepada para staff atau delegasi jejaring yang ada. Para siswa juga secara eksplisit diberikan pera kepemimpian seperti koordinator pendapat siswa, peneliti dan wartawan (McGregor dan Tyrer, 2004). Meskipun demikian, tidak selalu jelas dimana letak tubuh representasi siswa atau apakah mereka yang suaranya lebih mudah disampaikan dan didengar.

Laporan dari jejaring terkait dalam kegiatan pendapat siswa menunjukkan perkembangan guru mereka pemahaman lebih dalam tengtang pembelajaran siswa, biasanya ketika kawula muda lebih aktif merespon, sebagai contoh : dalam pembagia INSET dan kebutuhannya. Guru dalam NLCs mendeskripsikan diri mereka sebagai prbadi yang sedang meningkat fokusya kepada pembelajaran siswa, sebagai contoh : sebagai kelompok guru antar sekolah untuk lebih fokus kepada proses belajar yang lebih spesifik, biasanya “kemampuan berfikir” atatu kebijakan untuk belajar (KUB). Salah satu jejaring menjelaskan :

Group Utama telah memiliki tujuan yang jelas pada hasil dari pembelajaran siswa dan pada penggabungan dari bukti-bukti unt7uk mengukur dampaknya. Tanpa mengindahkan adanya perbedaan dalam fokusnya (e.g. Filosofi untuk Anak-anak, AfL, dll) hasilnya akan menjadi dasar yang biasa.
Pengembanagn kurikulunm yang seperti itu hanya akan memiliki efek positive hanya ketika ada dialog sejati ambil bagian. Bentuk lain dari kegiatan yang diteliti oleh NLC oleh peneliti dan fasilitatornya dan didokumentasikan melalui tinjauan ulang, presentasi dalam konferensi dan artefak dijabarkan dibawah ini.

Konferensi dan Kunjungan Internal
Mengikuti konferensi nasional, sejumlah NLC mengadakan kegiatan pendapat siswa mereka sendiri mengundang orang dewasa dan siswa dari lain jejaring. Dalam Jejaring Bolton Pastoral, siswa secara rutin melaksanakan dan berpartisipasi dalam jumlah besar dan konferensi inklusif yang menunjukkan kepedulian mereka sebagai bagian dari BLAST project (Bolton Listen as Students Talk), seringkali dengan masukan kunci dari pemimpin lokal dan pembicara nasional. Kunjungan –Internal juga dirancang diantara sejumlah siswa dari seluruh sekolah tingkat dua di daerah tersebut, dengan peraturan yang didisain dengan para kawula muda

Dewan Jejaring
Kepemimpinan siswa telah secara eksplisit terlibat dalam pengembangan sejumlah jaringan. Rencannya adalah dari NLC Berfikir Terlebih Dahulu dalam Sussex untuk merancang ulang kurikulum yang secara signifikan dipimpin oleh secara hati-hati mendukung kegiatan dan agensi siswa. Anak-anak dari dewan sekolah dalam setiap kelas sekolah dasar bertemu dan mendiskusikan seperti apa yang dewan sekolah mereka, yang direkam dalam bentuk Vidio dan dipublikasikan. Mereka juga berkunjung ke pelindung dewan sekolah lokal dan mempraktekkan latihan utama didampingi para dewasa untuk memutuskan seperti apakah belajar yang baik itu dalam “Berfikir Dahululah Sekolah”.

Pada pertemuan kedua, kawula muda memutuskan jika mereka ingin fokus epada gaya pembelajaran untuh menjelajah bagaimana lingkungan sekolah adalah pendukung pembelajaran. Siswa dewan sekolah kemudian bertindak sebagai “VAK detektif” dan selanjutnya melaksanakan “pembelajaran berjalan” atau kunjungan-internal dalam setiap sekolah lain untuk mengobservasi dan memberikan timbal balik sesuai dengan protokol yang sebelumnya telah disetujui. Kepemimpinan siswa kemudian bertindak, dan memediasi, melalui kegiatan terkolaborasi dengan para dewasa dan memberi informasi keputusan kurikulum. Para aktivis jejaring percaya pendekatan iterativ untuk mepengaruhi kawula muda, mendukung para staff dan komunitas yang lebih luas melalui pendekatan enquiry yang terkolaborasi telah membuktikan dapat merangsang dan memotivasi semua proses yang dikhawtirkan.

Sementara dukungan terstruktur dari para dewasa, sekolah dan para rekanan seperti universitas penting untuk mengembangkan kemampuan dan proyek pendukung melalui pencarian sumber daya dan pengumuman/pemberitaan, dalam mengembangkan keterlibatan siswa, disini suara siswa dapat dilihat sebagai acuan proses kepemimpinan, dimana kesempatan untuk mempengaruhi keputusan dapat dengan jelas diidentifikasi. Ini adalah apa yang Noyes jelaskan sebagai berpindah dari “sebuah luar-ke arah mendalam-diluar fokus” (2005: 513).

Enquiry Kolaboratif
Enquiry diidentifikasikan sebagai memiliki banyak keuntungan bagi para guru dan sekolah (Cordingley et al., 2004: Street and Temperly, 2005) dan secara individu dan kelompok-kelompok di dalam jejaring adalah pembangkit kepada keuntungan dari kerjasama dimana para siswa dibutuhkan disepanjang sisi guru dan para dewasa lainnya untuk memobilisasi kemampuan ahli mereka dari sekolah (Rudduck dan Flutter, 2004). Bukti adri NLCs memastikan bahwa berkerja sama dengan sudut pandang siswa secara rutin memotivasi para staff dala proses enquiry. Pada tahun pertama peninjauan ulang, 55% dari jejaring yang berpartisipasi (n=76) mengidentifikasi peneliti dan enquiry dengan para siswa sebagai sebuah pencapaian yang signifikan (CUREE, 2003).

Dalam menjelajahi peningkatan enquiry gabunagn antara dewasa dan kawula muda, Fielding (2004) mencatat bahwa kesempatan secara kolaboratif “dialog penelitian” menyediakan, melalui pengaturan jadwal, perdebatan tentang disain dan produksi dan analisa dari pengetahuan peneliti secara kolektif dan pembiasaan pembuatan sebuah arti yang lebih besar dari bagiannya. Dalam survey dari keuntungan dan batasan dari para siswa sebagai sumber data, sebagai responden aktif atau asisten peneliti, dia menyimpulkan bahwa baik siswa sebagai asisten peneliti atau siswa sebagai peneliti memegang prospek paling baik dala mengubah bentuk hubungan di dalam sekolah. Bukti dari Program NLC menyrankan kegiaatan seperti itu tidak hanya menyalurkan antusiasme dari para siswa dan guru namun juga reaksi para siswa untuk mengubah pola belajar mereka telah secara konsisten dilaporkan sebagai pengaruh yang kuat terhadap perubahan.

Siswa sebagai Peneliti
Para siswa sebagai para peneliti adalahpendekatan sederhana csecara enquiry dima para dewasa secara aktif mendengarkan kepada sudut pandang siswa dan mendukung penelitian kepemimpinan-siswa (fielding dan Bragg, 2003; Naylor dan Worral, 2004; Raymond, 2001). Daerah ari investigasi NLCs meliputi lingkungan sekolah dan organisasinya, sekolah dan kebijakan kurikulum dan pengajaran dan pembelajaran. Sebagai contoh, Konsorsium untuk Peningkatan Sekolah NLC memiliki kelompok penelitian “apa yang membuat pelajran yang bermutu?” satu jaringan yang diisi oleh sekelompok siswa peneliti untuk meninvestigasi dewan sekolah melalui jejaring dan secara berlanjut memberikan rekomendasi. Ini mungkin secara benar mengklasifikasikan sebagai siswa sebagai asisten peneliti dalam “Fielding’s Four-fold typology (Fielding and McGregor, 2005) mengindikasikan bahwa sementara secara kolaboratif, enquiry secara efektif diinidiadikan-guru.

Pedagogi Kepemimpinan
Seperti yang diutamakan oleh hasil survey yang dijelaskan sebelumnya, kemampuan kepemimpinan tidak hanya diajarkan disekolah :

Sudah terlalu sering menjadi perkiraan orang awam, ini adalah bagian dari NPQH, ini hanyalah tentang persiapan atau guru, kepala sekolah atau emterpreneur. Tetapi kepemimpinan untuk semua orang. Ini tentang membantu siswa untuk mengambil tanggung jawab bagi orang lain di sekitar mereka. Ini tentang membantu mereka memotivasi diri mereka sendiri untuk mencapai lebih dan keterkaitan apa yang mereka pelajari. (Graham Tyler, Wakil Pimpinan Jejaring)

Siswa dewan sekolah kemudian bertindak sebagai “VAK detektif” dan selanjutnya melaksanakan “pembelajaran berjalan” atau kunjungan-internal dalam setiap sekolah lain untuk mengobservasi dan memberikan timbal balik sesuai dengan protokol yang sebelumnya telah disetujui. Kepemimpinan siswa kemudian bertindak, dan memediasi, melalui kegiatan terkolaborasi dengan para dewasa dan memberi informasi keputusan kurikulum. Para aktivis jejaring percaya pendekatan iterativ untuk mepengaruhi kawula muda, mendukung para staff dan komunitas yang lebih luas melalui pendekatan enquiry yang terkolaborasi telah membuktikan dapat merangsang dan memotivasi semua proses yang dikhawtirkan.

Dalam menjelajahi peningkatan enquiry gabunagn antara dewasa dan kawula muda, Fielding (2004) mencatat bahwa kesempatan secara kolaboratif “dialog penelitian” menyediakan, melalui pengaturan jadwal, perdebatan tentang disain dan produksi dan analisa dari pengetahuan peneliti secara kolektif dan pembiasaan pembuatan sebuah arti yang lebih besar dari bagiannya. Dalam survey dari keuntungan dan batasan dari para siswa sebagai sumber data, sebagai responden aktif atau asisten peneliti, dia menyimpulkan bahwa baik siswa sebagai asisten peneliti atau siswa sebagai peneliti memegang prospek paling baik dala mengubah bentuk hubungan di dalam sekolah. Bukti dari Program NLC menyrankan kegiaatan seperti itu tidak hanya menyalurkan antusiasme dari para siswa dan guru namun juga reaksi para siswa untuk mengubah pola belajar mereka telah secara konsisten dilaporkan sebagai pengaruh yang kuat terhadap perubahan.


Diskusi
Fielding (2004) memberikan beberapa pertanyaan yang secara berlanjut dibutuhkan untuk ditanyakan dari kegiatan pendapat siswa :

• Siapa yang diizinkan untuk berbicara?
• Siapa yang didengar?
• Siapa yang mendengarkan?
• Keahlian apa yang dibutuhkan?
• Bagaimana mereka dapat saling menghargai?
• Apakah sebagian orang merasa terancam?
• Sistem apa yang tepat dan struktur apa yang dibutuhkan?
• Dimana/kapan diberikan tempat untuk menciptakan kesepahaman?

KESIMPULAN
Para orang dewasa dalam NLCs melaporkan bahwa keterlibatan aktif siswa dan partisipasi dalam jejaring dalam berbagai bentuk telah menjadi sumber utama untuk memotivasi para staff dan siswa itu sendiri. Memiliki pengaruh yang terasa sangat baik pada persepsi masyarakat dari pengalaman yang satu degan yang lainnya tentang sekolah dan konsekuensi pengertian dan pembelajaran. Ketika hal ini diikutsertakan dan dipertahankan, perubahan seperti itu secara frekuensi cukup untuk mengobservasi sebagai kemajuan pada iklim di ruang kelas atau etos sekolah itu sendiri. Biasanya inilah tempat para siswa menjadi aktivis, bergabung dengan kuomunitas kepedulian, atau tempat dimana struktur keterlibatan siswa seperti sekolah/dewan jejaring telah secara strategis berkembang seiring dengan inovasi-inovasi lainnya seperti pengembangan kemampuan mengemukakan pendapat dan mendengarkan atau AfL. Penyemangatan secara aktif dari pendapat siswa dalam kaitannya dengan reaksi balik disekitar pengajaran dan pembelajaran telah menjadi subur di sekolah dasar dan tahun pertama pengaturan NLCs.
Bukti-bukti yang menyeruak menyarankan bahwa jika kegiatan berpendapat siswa dapat membangun kapasitas untuk perubahan “dasar keatas/ dari dalam keluar” didalam sistem, sebagai contoh, melalui pengawalan kedalam kondisi untuk pembelajaran. Peneliti mengindikasikan fokus yang lebiih kuat pada partisipasi siswa juga dapat meningkatkan proses belajar bagi kawula muda di sekolah-sekolah (Holdsworth, 2004; Rudduck dan Flutter, 2004; Worrall et al,. 2006). Sangat beralasan untuk menyarankan kapada sekolah dan jejaringnya sebagai yang utama dan situs produktif bagi kepemimpinan siswa.
Program NILC telah dibawa kepada sebuah hasi akhir dengan memfokuskan ulang kepemimpinan guru-guru kepala disekitar NCSL dan beberapa konsekuensi penelitian pada jejaring telah dipersingkat, meskipun demikian sejumlah materi hukum sedang dipertimbangkan, pekerjaan peneliti dan penciptaan materi untuk digunakan di sekolah tersedia dalam www.ncsl.org.uk/learningcommunities. jejaring lain yang bervariasi mendukung pendapat siswa dan partisipasinya, meskipun demikian berlanjut dan koneksi dapat ditemukan didalam situs internet dari seri seminar ‘Engaging critically with pupil voice’ [www.pupil-voice.org.uk]dimana artikel ini secara asli dibuat.

The author can be contacted by email at: Jane.McGregor@educationresearch.co.uk

Catatan
1 The National College of School Leadership was created by the Department for Education and Skills in 1998
and in addition to a research and development function is currently responsible for mandatory headteacher
qualifications.
McGregor: Recognizing student leadership 99
08 073725 McGregor.qxd 1/30/2007 7:17 PM Page 99
Downloaded from http://imp.sagepub.com by amril muhammad on October 29, 2008
100 Improving Schools 10(1)
2 While being sensitive to the to the importance of naming, discussed briefly in a later section, it is the case
that while the term ‘student’ is more common in secondary schools, in primary schools ‘pupil’ or ‘child’ still
tends to be used. The article will follow Jean Rudduck and Julia Flutter (2004) in using both terms when talking
about ‘young people’.
3 For detailed case studies, see Annual Enquiry 2005 reports: www.ncsl.org.uk/learningcommunities/research
directory.
4 See McGregor (2004).
5 See networked communities website – LEO: Learning Exchange Online – for these reports and publications:
www.ncsl.org.uk/learning communities.
6 See annual conference guides 2004, 2005 and 2006 at: ncsl.org.uk/learning communities.
7 The work showcased by NLCs can be immediately accessed through the annual conference webpage
(above) and in many cases, their own websites.
8 Visual, Auditory and Kinaesthetic.
9 See McGregor and Tyrer (2004).
10 Although see Frankham (2006) for an incisive critique of networks in education.

Referensi

Allen, J. (1999) Spatial assemblages of power: from domination to empowerment. In D. Massey, J. Allen &
P. Sarre (eds) Human Geography Today, pp. 194–218. Cambridge: Polity Press.
Arnot, M., MacIntyre, D., Pedder, D. & Reay, D. (2004) Consultation in the Classroom. Cambridge: Pearson.
Bennett, N. & Anderson, L., eds (2003) Rethinking Educational Leadership: Challenging the Conventions.
London: SAGE.
Cordingley, P., Hannon, V. & Jackson, D. (2004) Developing a collaborative evaluation methodology for networked
learning communities. Paper presented at the American Educational Research Association
Conference, San Diego, CA, April.
Cruddas, L. (2001) Rehearsing for reality: young women’s voices and agendas for change. Forum, 43(2),
62–6.
CUREE (2003) Early Messages from the Networked Learning Communities: Some Implications for Policy.
London: DfES Developing Strategic Networking and Collaboration Project.
Desforges, C. (2003) On Teaching and Learning. Nottingham: NCSL.
Dudley, P., Hadfield, M. & Carter, K. (2003) Towards knowledge-based networked learning: what we have
learned from the first Networked Learning Communities programme enquiry, Summer, Cranfield, Networked
Learning Group, NCSL.
Earl, L., Katz, S., Elgie, S., Ben Jafaar, S. & Foster, L. (2006) How Networked Learning Communities Work.
Report for the NLG. Toronto: Aporia Consulting Ltd.
Earley, P., Evans, J., Collarbone, P., Gold, A. & Halpin, D. (2002) Establishing the Current State of School
Leadership in England. London: DfES.
Fielding, M. (2002) The central place of student-teacher dialogue in school transformation. Making the Future
Now: Student Voice Conference. Student Leadership in Secondary Schools, NCSL, Nottingham.
Fielding, M. (2004) Transformative approaches to student voice: theoretical underpinnings, recalcitrant realities.
British Educational Research Journal, 30(2), 295–311.
Fielding, M. & Bragg, S. (2003) Students as Researchers: Making a Difference. Cambridge: Pearson.
Fielding, M. & McGregor, J. (2005) Deconstructing student voice: new spaces for dialogue or new opportunities
for surveillance. Paper given at the Annual Meeting of the American Educational Research Association,
Montreal, Canada.
Frankham, J. (2006) Network utopias and alternative entanglements for educational research and practice.
Journal of Education Policy, 21(6), 661–77.
Gronn, P. (2000) Distributed properties: a new architecture for leadership. Educational Management and
Administration, 28(3), 317–38.
Gunter, H. (2005) Leading Teachers. London: Continuum.
Hadfield, M., Noden, C., Stott, A., Spender, B., McGregor, J. & Anderson, M. (2005) The Leadership of Adult
Learning in Networks. Nottingham: NCSL.
08 073725 McGregor.qxd 1/30/2007 7:17 PM Page 100
Downloaded from http://imp.sagepub.com by amril muhammad on October 29, 2008
Harris, A. & Bennett, N., eds (2001) School Effectiveness and School Improvement Alternative Perspectives.
London: Continuum.
Harris, A. & Lambert, L. (2003) What is Leadership Capacity? Cranfield: National College for School
Leadership.
Holdsworth, R. (2004) Taking Young People Seriously Means Giving Them Serious Things to Do. Melbourne:
Youth Research Centre, Faculty of Education, University of Melbourne.
Hosking, D. M. (1999) Social construction as process: some new possibilities for research and development,
Concepts and Transformations, 4(2), 117–32.
Jackson, D. (2004) Why pupil voice? Nexus, 2, 6–7.
Jones, C. (2004) Leading Learning. Nottingham: NCSL.
Jones, C., Huber, J. & Pollard, A. (2003) Leading Learners: Experience and Aspiration for School
Leadership. London: Demos.
Levin, B. (2000) Putting pupils at the centre in education reform. International Journal of Educational
Change, 1(2), 155–72.
Lodge, C. (2004) Opening doors: teachers and students learning about learning. Paper given at the
International Congress for School Effectiveness and Improvement, Rotterdam, January.
Macbeath, J., Demetriou, H., Rudduck, J. & Myers, K. (2003) Consulting Pupils: A Toolkit for Teachers.
Cambridge: Pearson.
McGregor, J. (2004) Space, power and the classroom. Forum, 46(1), 13–23.
McGregor, J. (2005) New spaces for dialogue? What are adults learning about student involvement and participation
in Networked Learning Communities? Paper given at the Annual Conference of the British
Educational Research Association, University of Glamorgan, Wales.
McGregor, J. & Tyrer, G. (2004) Recognising student leadership in Networked Learning Communities. Paper
given at the 7th International BELMAS Research Conference in partnership with SCRELM, St Catherine’s
College, Oxford, UK.
Mitra, D. (2005) Student voice from the inside and outside: the positioning of challengers. Paper given at the
Annual Meeting of the American Educational Research Association, Montreal, Canada.
Naylor, A. & Worral, N. (2004) Students as Researchers: how does being a student researcher affect learning?
Paper given at the Teacher Research Conference, Birmingham, National Teacher Research Panel.
NCSL (2004) Programme Review of Data and Evidence on NLCs. Nottingham: NCSL.
NCSL (2006) Getting Started with Networked Learning Study Visits. Nottingham: NCSL.
Noyes, A. (2005) Pupil voice: purpose, power and the possibilities for democratic schooling. British
Educational Research Journal, 31(4), 533–40.
Raymond, L. (2001) Student involvement in school improvement: from data source to significant voice.
Forum, 43(2), 58–61.
Rudduck, J. & Flutter, J. (2004) How to Improve Your School; Giving Pupils a Voice. London: Continuum.
Silins, H. & Mulford, B. (2000) Towards an optimistic future: Schools as learning organisations – effects on
teacher leadership and student outcomes. Paper given at the Australian Association of Research in Education
Conference, Sydney, Australia.
Street, H. & Temperley, J., eds (2005) Improving Schools Through Collaborative Enquiry. London: Continuum.
Thomson, P. & Gunter, H. (2005) Researching students: voices and processes in a school evaluation. Paper
given at the Annual Meeting of the American Educational Research Association, Montreal, Canada.
Worral, N., Noden, C. & Desforges, C. (2006) Pupils Experience of Learning in Networks. Nottingham: NCSL.
McGregor: Recognizing student leadership 101
08 073725 McGregor.qxd 1/30/2007 7:17 PM Page 101
Downloaded from http://imp.sagepub.com by amril muhammad on October 29, 2008