Artikel Pendidikan Usia Dini Jun 19, '07 1:17 AM
for everyone
Pentingnya Mendidik Anak Sejak Usia Dini
Oleh : James P. Pardede
Setiap kali memasuki tahun ajaran baru, biasanya orangtua akan sibuk untuk mengurusi anak-anaknya mau sekolah dimana.
Berbagai masukan berdatangan, mulai dari informasi lewat iklan, informasi lewat teman dan segala bentuk informasi
lainnya. Orangtua pun kadang-kadang bingung untuk menentukan pilihan.
Bagi orangtua yang memiliki anak usia 1 sampai 6 tahun akan sibuk dengan urusan memikirkan sekolah ke Play Group dan
Taman Kanak-kanak (TK). Untuk keluarga yang berkecukupan, masalah pemilihan sekolah akan dilakukan dengan selektif.
Karena mereka sangat menyadari pentingnya pendidikan anak usia dini (PAUD) dalam menempa karakter dan bekal anak
kelak ketika akan memasuki sekolah dasar (SD).
Masalahnya sekarang adalah, bagaimana dengan keluarga yang tidak mampu ? Pastilah mereka akan pusing untuk memikirkan
sekolah anak-anak mereka. Jangankan untuk sekolah, untuk makan sehari-hari saja mereka kesulitan.
Padahal, menurut UU No.20 Tahun 2003 Pasal 28 disebutkan, (1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum
jenjang pendidikan dasar; (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal,
nonformal, dan/atau informal; (3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak
(TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat; (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal
berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat; dan (5) Pendidikan anak
usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
lingkungan.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 Butir 14 UU No.20 Tahun 2003, PAUD itu sendiri merupakan suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
PAUD merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah
pertumbuhan dan perkembangan fisik dan kecerdasan: daya pikir, daya cipta, emosi, spiritual, berbahasa/komunikasi,
sosial.
Oleh masyarakat, PAUD diindentikkan pendidikan TK. Tentu pendapat ini kurang tepat mengingat pendidikan TK hanya
dialami anak satu atau dua tahun. Itu pun jika anak sempat mengalami pendidikan TK. Mengingat batasan PAUD adalah
usia anak sejak lahir hingga enam tahun, PAUD lebih banyak dilaksanakan keluarga. Dengan demikian, keluargalah yang
paling bertanggung jawab pada PAUD.
Walau demikian, tentu peran masyarakat tempat anak itu tumbuh tidak sedikit. Jika budaya di suatu masyarakat (masa
lalu) pernah kita dengar ada si tukang cerita atau pendongeng, hal ini merupakan PAUD yang sangat efektif dalam
memberi berbagai kecerdasan kepada anak usia dini - pada masa itu. Sayang, sejak hadirnya TV budaya kegiatan masa tua
seperti mendongeng sebelum anak tidur makin langka.
Lantas, apakah pendidikan anak usia dini di Indonesia sudah berjalan dengan baik dan menjangkau semua sasaran?
Jawabnya belum! Baik secara kuantitatif maupun kualitatif pendidikan anak usia dini di negara kita memang jauh dari
memadai, apalagi membanggakan. Lebih daripada itu bahkan ada kesan bahwa PAUD kita selama ini memang terabaikan.
Menurut catatan United Nations Educational Scientific, and Cultural Organizations atau UNESCO, angka partisipasi
pendidikan anak usia dini atau PAUD di Indonesia masih tergolong rendah dibanding negara-negara berpenghasilan rendah
di Asia lainnya. Partisipasi PAUD di Indonesia hanya 22 persen. Angka tersebut lebih rendah dibanding partisipasi
PAUD di Filipina yang sebesar 27 persen, Vietnam 43 persen, Thailand 86 persen, dan Malaysia 89 persen.
PAUD TERABAIKAN
Secara kuantitas jumlah anak usia dini di Indonesia memang relatif sangat tinggi, namun demikian sebagian besar dari
mereka itu belum terlayani pendidikannya. Dari sebanyak sekitar 13,5 juta anak usia 0 sampai dengan 3 tahun ternyata
baru sekitar 2,5 juta atau 18,74 persen yang terlayani. Di sisi lain dari sekitar 12,6 juta anak usia 4 sampai 6
tahun ternyata baru sekitar 4,6 juta atau 36,54 persen yang terlayani pendidikannya. Jadi secara kuantitatif anak
usia dini kita yang terlayani pendidikannya masih relatif sangat sedikit jumlahnya.
Bagaimana dengan kualitasnya? Kita semua tahu, dari TK, RA, KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat yang ada di
Indonesia pada umumnya masih belum memperhatikan kualitas, atau setidak-tidaknya kualitas belum menjadi tujuan utama.
Kita hendaknya jujur dan objektif, kata Anggota DPD Asal Sumut Parlindungan Purba, SH, MM bahwa sampai saat ini masih
banyak TK yang kembang-kempis karena rendahnya keinginan orang tua mendidikkan putra-putrinya di TK, tidak adanya
guru yang representatif, terbatasnya tempat kegiatan, dan alasan lainnya.
Bagaimana dengan TPA? Tanpa menafikan yang sudah berjalan baik, penyelenggaraan TPA yang seadanya dengan kurang
memperhatikan mutu masih sangat banyak terjadi di masyarakat. Sama halnya dengan KB? KB yang baik dan menjadi idola
masih sangat terbatas jumlah dan jenisnya, bisa dihitung dengan jari. Untuk ukuran kota besar, dimana kesibukan kedua
orangtua telah menjadikan TPA dan KB sebagai tempat untuk belajar anak.
"Terkait kualitas pendidikan kita yang rendah dibandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain pada
umumnya, akar permasalahan sesungguhnya ada pada terabaikannya PAUD selama ini," tandas Parlindungan.
Dukungan pemerintah dalam menyediakan akses dan layanan PAUD di Indonesia pun masih rendah. Anggaran pendidikan yang
diarahkan untuk anak usia dini masih terbatas. Kondisi ini berbeda dengan negara-negara di Asia lainnya yang relatif
lebih tinggi. Malaysia, Filipina, dan Thailand anggaran pendidikan usia dininya rata-rata telah di atas 10 persen.
Pengembangan pendidikan untuk anak usia dini di Indonesia, lanjut Parlindungan harus dilakukan dengan pendidikan yang
lebih sistemik. Untuk menuju ke arah sana, diperlukan dukungan kebijakan dan investasi dari pemerintah.
Dalam sebuah kesempatan, Direktur PAUD Direktorat Jenderal Pendidilan Luar Sekolah (Ditjen PLS) Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas) Gutama mengakui bahwa angka partisipasi PAUD di Indonesia rendah.
Padahal, PAUD tidak dapat dipandang sebelah mata, karena usia tersebut merupakan "masa emas" di mana perkembangan
otak anak sangat cepat. Sehingga, harus ada upaya pendidikan memadai pada masa itu.
PERAN KELUARGA
Masih banyak kendala yang dihadapi dalam meningkatkan paritipasi PAUD di Indonesia, lanjut Gutama. Pasalnya, banyak
orang tua yang belum memahami pentingnya PAUD. Selain itu, PAUD belum menjadi "pendidikan wajib" sebab belum adanya
anggaran khusus untuk sektor pendidikan tersebut.
Kendala lainnya adalah tenaga pendidik yang memenuhi kualifikasi belum tersedia serta belum semua daerah punya
petugas yang menangani PAUD. Untuk hal ini, Ditjen PLS bakal melakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran orang tua
akan pentingnya PAUD dan mendorong terselenggaranya sebuah lembaga PAUD non-formal.
Ditjen PLS telah memiliki target untuk meningkatkan peran serta orang tua agar mengikutsertakan anak dalam PAUD.
Tahun 2006, kata Gutama, ditargetkan mampu mencapai 12,5 dari 11,9 juta anak. Kemudian tahun 2007 sebanyak 18 dari 12
juta anak, 2008 dari 12,2 juta anak ditarget 26 serta tahun 2009 mendatang targetnya 35 dari 12,4 juta anak.
Mengingat pentingnya PAUD, pemerintah pusat maupun daerah sudah sepantasnya memberi perhatian lebih serius terhadap
permasalahan ini. Sudah waktunya pula sebagian dana pendidikan itu diarahkan pada pengadaan sarana dan prasarana
untuk kelangsungan PAUD di daerah masing-masing.
Seperti dikemukakan di atas, PAUD merupakan upaya pembinaan anak sejak lahir sampai usia 6 tahun melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Tujuannya agar anak memiliki
kesiapan memasuki pendidikan lebih lanjut.
Untuk itu, seperti disampaikan Direktur Jenderal PLS, Ace Suryadi, keluarga merupakan sarana pendidikan pertama dan
utama untuk mendidik anak. Prinsip PAUD melalui keluarga adalah bentuk pendidikan nonformal yang dapat mendorong
kesiapan anak dalam proses belajar di usia sekolah.
Konsep dasar dirintisnya PAUD berbasis keluarga karena banyak orangtua yang belum memperoleh kesempatan untuk
mengirimkan anaknya ke PAUD, seperti Taman Penitipan Anak, Taman Kanak-kanak dan sejenisnya.
Saat ini, PAUD berbasis keluarga masih dalah proses pengembangan konsep. Keluarga diharapkan mempunyai kemampuan
mengembangkan prinsip-prinsip mendidik anak yang baik dan benar. Lebih lanjut, Ace menilai PAUD dipercaya dapat
memacu peningkatan mutu pendidikan jangka panjang. Semakin banyak anak yang dilayani PAUD, semakin banyak anak yang
memiliki kesiapan belajar. Jadi, pada usia sekolah, anak siap untuk mencapai kompetensi yang lebih besar, baik
akademik maupun nonakademik.
*) Tulisan ini dimuat di Harian Analisa edisi Minggu, 10 Juni 2007
WeLCoMe To 1'st Dewi's Blog
WelCome...!!! To My 1'st blog!!!
pendidikan

sangat menyedihkan ya... pendidikan di negara kita...so.. jangan pernah menyia-nyiakan pendidikan yang kita dapat, karena masih banyak di luar sana yang kurang mendapat pendidikan yang layak. semoga pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik lagi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar