WeLCoMe To 1'st Dewi's Blog

WelCome...!!! To My 1'st blog!!!


pendidikan

pendidikan
sangat menyedihkan ya... pendidikan di negara kita...so.. jangan pernah menyia-nyiakan pendidikan yang kita dapat, karena masih banyak di luar sana yang kurang mendapat pendidikan yang layak. semoga pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Selasa, 05 Mei 2009

Menjaring Mahasiswa Asing (Anita Lie)

Thu, Jul 03, 08 | 9:02 am []

Ketika pendidikan tinggi sudah menjadi komoditas, persaingan untuk mendapatkan mahasiswa sudah menembus tingkat internasional. Apalagi saat beberapa perguruan tinggi negeri menjadi badan hukum milik negara atau BHMN, pertimbangan ekonomi dan bisnis mendorong aneka upaya untuk meningkatkan pendapatan. Mahasiswa asing pun diincar untuk belajar di fakultas kedokteran di perguruan tinggi negeri di Indonesia (Kompas, 20/6/2008).

Dua alasan yang disampaikan untuk mendapatkan mahasiswa asing adalah demi mengejar status sebagai perguruan tinggi kelas dunia dan menambah pendapatan perguruan tinggi negeri (PTN). Kedua alasan ini dilandasi kepentingan ekonomi dan pragmatisme yang tidak selalu sejalan dengan kepentingan bangsa dan dimensi humanisme pendidikan.
Pembatasan
Keberadaan mahasiswa asing memang menjadi salah satu indikator status kelas dunia suatu perguruan tinggi. Sepanjang tahun kita disodori tawaran dari berbagai perguruan tinggi asing. Perguruan tinggi kelas dunia di negara-negara lain juga membanggakan kehadiran mahasiswa asing dan mencantumkan jumlah negara asal mahasiswa asing ini. Semakin beragam populasi mahasiswa, semakin bergengsi perguruan tinggi itu.

Setiap tahun banyak perguruan tinggi menggelar forum internasional, ajang unjuk budaya dan kesenian mahasiswa asing yang sedang studi di sana. Dalam persaingan ini, Singapura memulai lebih awal dengan “mencuri start” dan menawarkan beasiswa bagi siswa-siswi berprestasi lulusan SMP dari negara-negara ASEAN.

Namun di balik ketatnya kompetisi antarperguruan tinggi dan antarnegara dalam memperebutkan mahasiswa asing, perguruan tinggi dari luar negeri umumnya tidak gegabah dan menghormati kebijakan yang dibuat tiap-tiap negara guna melindungi kepentingan bangsanya. Maka tidak semua program setudi “dijual” kepada mahasiswa asing. Pemilihan program studi mana yang bisa dijual dan mana yang harus diproteksii tentu dilandasi perencanaan strategis, bukan saja demi kepentingan perguruan tinggi itu, tetapi juga demi kepentingan bangsa dan negara.

Pada umumnya program studi yang gencar dijual termasuk bidang humaniora, manajemen bisnis dan teknologi. Agenda tersembunyi dalam kebijakan ini adalah mahasiswa asing yang belajar humanioradan manajemen bisnis diharapkan menjadi agen pemasaran kebudayaan negara ini, sementara lulusan program studi teknologi akan kembali ke negara asal dengan membawa bukan hanya ilmu pengetahuan, tetapi juga preferensi atas produk-produk teknologi yang pernah dipelajari dan digunakan selama studi. Dengan kata lain, para mahasiswa asing ini menjadi ujung tombak ekspor produk-produk teknologi ke berbagai negara berkembang.

Sebaliknya, banyak negara menutup (atau amat membatasi) kesempatan bagi mahasiswa asing untuk memasuki fakultas kedokteran, Kanada, Australia, dan Singapura, misalnya, amat gencar mencari mahasiswa asing untuk berbagai jurusan, tetapi tidak sama sekali untuk fakultas kedokteran. Di AS, mahassiswa yang ingin menjadi dokter harus menyelesaikan program S-1 pre-med. Program ini masih terbuka bagi mahasiswa asing, Namun, pada jenjang selanjutnya, ada serangkaian tes yang harus diselesaiknan sebelum mahasiswa menyelesaikan empat tahun sekolah kedokteran,lalu residensi yang bisa makan waktu tiga sampai tujuh tahun.

Pada jenjang lanjutan ini, sedikit sekali mahasiswa asing (bahkan yang paling berprestasi sekalipun) yang bisa lolos, Negara-negara maju (yang paling kapitalis sekalipun) merasa perlu melindungi kepentingan nasionalnya dengan menutup atau membatasi kesempatan memasuki fakultas kedokteran karena layanan kesehatan diperuntukan bagi kemaslahatan orang banyak. Seharusnya PTN di Indonesia bisa belajar mengedepankan kepentingan bangsa dan berpikir lebih panjang. Masih ada banyak program studi yang bisa dijual meski PTN harus berjuang keras meningkatkan mutu program studi itu.

Kuda Troya
Alasan untuk menambah sumber pendapatan PTN merupakan pragmatisme jangka pendek. Saat rasio dokter dan penduduk di Indonesia masih jauh di bawah standar, terutama di luar kota (target 2010: 40 dokter per 100.000 penduduk dan enam dokter spesialis per 100.000 penduduk), seharusnya anak-anak negeri diprioritaskan mendapatkan kesempatan menjadi dokter bagi bangsanya sendiri. Perdagangan bebas ASEAN 2010 akan membuka pintu bagi modal asing guna merambah sector kesehatan di Indonesia. Ketika kesempatan diberikan kepada bangsa lain, bisa dibayangkan betapa akan makin terpuruknya layanan kesehatan di Indonesia.

Sunggu ironis, mahasiswa Malaysia diundang belajar kedokteran di Indonesia, semetara orang Indonesia rela membayar lebih tinggi untuk mendapat layanan kesehatan lebih memuaskan di Malaysia dan Singapura, Kerelaan membyar lebih karena pasien medapat layanan spesialis yang setara dengan biaya yang dikeluarkan(value for money). Pemeriksaan lebih teliti , konsultasi lebih leluasa penjelasan lebih saksama. Sementara dokter spesialis di Indonesia terkesan terburu-buru menangani pasien, entah karena mengejar setoran atau antrean pasien.

Kebutuhan PTN untuk meningkatkan pendapatan bisa dipahami, Namun menerima mahasiswa asing karena tergiur sumbangan masuk dan SPP yang berlipat-lipat ibarat memasukkan kuda Troya ke negeri sendiri, Tidak perlu intelijen canggh guna membaca strategi pemasaran pendidikan tinggi di tingkat internasional. Kegegabahan elite pendidikan akan menjerumuskan bangsa di masa datang, Seharusnya beasiswa pemerintah dan korporasi diperbanyak guna memberi kssempatan angk bangsa menjadi dokter bangsa sendiri dan bersaing dengan rekan-rekannya di negara tetangga.


Sumber: Artikel ini telah dimuat di Koran Kompas
Penulis: Anita Lie adalah Dosen FKIP Unika Widya Mandala Surabaya, Anggota Komunitas Indonesia untuk Demokrasi.
Komunitas Indonesia untuk Demokrasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar