Pesantren di masa depan, hubungannya dengan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, disadari atau tidak akan mengacu pada persoalan fondamental, yakni sebagai sebuah Perguruan Tinggi Islam apakah mampu menjadi centre of excellence bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang islami.
Dalam membicarakan masalah pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Islami ini, para ilmuan Muslim saling berdebat yang mengacu kepada dua muara, yaitu pertama pada persoalan epistemologis, dimana mereka berupaya merumuskan sistem atau paradigma Sains Islam, yang secara epistemologis berbeda dengan sains modern, sebab sains Modern dinilai oleh sejumlah kalangan sebagai sesuatu yang banyak menimbulkan krisis multi demensional kehidupan, dan dianggap sebagai refleksi dari western-view yang secara fundemental sangat jauh berbeda dari Islam –View, dimana bahwa pengetahuan itu universal (bebas nilai) bukan saja akan memangkas kemungkinan lahirnya Sains dan Teknologi yang berdasar pada nilai-nilai ajaran Islam atau Sains Islam, tetapi juga sekaligus akan memperkuat legitimasi jajahan epistemologis berdasar Western View tadi.
Untuk keluar dari penjara paradigma Western View tadi, kaum muslimin harus memahami al Qur’an sebagai sebuah paradigma , dengan pemahaman bahwa pada dasarnya realitas sosial itu dibangun oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu, yang akhirnya akan melahirkan mode of knowling tertentu pula , sehingga diharapkan melahirkan suatu fenomena baru dengan basis pijakan mode of knowling yang Islami, dimana paradigma Al Qur’an harus dianggap sebagai konstruksi pengetahuan yang memungkinkan kita memahami kenyataan yang ada. Konstruksi pengetahuan menurut AL Qur’an memang pertama ditujukan untuk penggalian hikmah pembentukan perilaku baik pada starata moral maupun sosial, namun selanjutnya tetap memungkinkan semua orang merumuskan desain sistem Islam, termasuk sistem Pengetahuan
Sisi pandang kedua pada persoalan aksiologis, karena sains yang lahir dari Western View berlandaskan universalism, namun kenyataannya pada penerapannya sering menimbulkan ketimpangan dan gejolak, maka diharapkan ada sains yang lahir dari dimensi Etis- Transendental, yang itu dari Islam, dimana langkah awal adalah islamisasi ilmuwan yang akan melahirkan produk pengetahuan yang islamis dan islamisasi produk-produk sains modern yang kebanyakannya telah kehilangan atau melupakan nilai spritual, artinya tingkat kerja ini adalah pada level kajian praktis dan teknis, dan mereka tidak berbicara pada level konseptual filosofis. Kelompok ke dua ini masih bekerja dengan sains modern, tetapi berusaha mempelajari konseptual keilmuannya, yang diarahkan untuk menyaring elemen-elemen yang tidak islami, dimana menurut mereka manakala sains modern berada ditengah masyarakat Islam, maka fungsinya termodifikasi untuk melayani dan mencapai cita perjuangan Islam, namun karena dasar kerjanya tidak bisa lepas dari Western View, maka sering akan terjadi tabrakan persoalan antara tujuan sains tadi dengan tujuan masyarakat Islam .
Pesantren sebagai lembaga perguruan Islam sebagaimana perguruan Islam lainnya yang akan terus mencetak agent of change, haruslah sudah saatnya berbenah ke arah itu. Untuk memperoleh gambaran bagaimana bentuk Pesantren ke depan, maka dalam makalah ini akan dijelaskan tentang kenyataan dunia saat ini dan persoalan Pesantren berikut dengan analisis sederhana untuk mendapatkan gambaran bagaimana idealnya potret Pesantren ke depan.
Tantangan Lembaga Pesantren
Saat ini kita telah mulai menapak masuk ke era global, yang dapat diartikan sebagai era proses tanpa henti – tak bisa dibendung – tak bisa ditolak, dimana ia bukan merupakan produk final, namun budaya manusia terus melaju untuk membentuk formasi sosial pada seluruh dimensi kehidupan manusia, baik tatanan politik, sosial budaya atau pun ekonomi. , sehingga bahkan menjadi gejala yang akan terjadi di kemudian hari berdasarkan sistem yang ada atau dominan dalam masyarakat, sehingga dapat dianggap sebagai suatu ideologi masyarakat, sebagai suatu proyeksi kehidupan masa depan
Berbagai persoalan global seperti menguatnya personal space yang menyebabkan terpasungnya kebebasan berekspresi untuk menyuarakan dan mengemukakan pendapat, jati diri dan kepribadian, sebagai dampak banyaknya tuntutan pesan dan tuntutan kehidupan modern yang harus dilakukan, yang akhirnya bermuara pada beratnya beban moral ditambah lagi dengan persoalan pergeseran nilai ke arah materialistik.yang seolah tarik menarik memasung kemampuan pengembangan ide pribadi. Kemudian pada era global ini terjadi proses membesarnya persaingan dan kompetisi baik ekonomi atau pun politik baik dilihat dengan pendekatan struggle of power atau pun dari pendekatan equiblirium pada tatanan hubungan antar bangsa di dunia, sehingga seluruh bangsa dan negara di dunia berupaya untuk bagaimana dapat menguasai Ilmu pengetahuan dan teknologi dan melakukan industrialisasi secara besar-besaran. Ditambah lagi dengan semakin canggihnya peralatan transportasi dan komunikasi serta informasi, maka arus lintas kultur – norma – kepentingan – ideologi antar bangsa intensitasnya semakin tinggi, sehingga suatu negara akan berada pada suatu kenyataan tidak bisa disembunyikannya lagi dari pengamatan internasional tentang adanya sebuah kebobrokan yang mungkin pada masa sebelumnya masih bisa ditutupi di negara tersebut, dan jadilah sebuah negara laksana sebuah global village saja layaknya, karenanya untuk menjaga nasionalisme pada suatu negara maka suatu bangsa idealnya harus memiliki kesiapan kultural untuk menjaga integritas nasionalnya.
Di dunia pendidikan dampak era global juga kadang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara kemampuan intelektual dengan bekal moral, sementara tuntutan dan kenyataan kehidupan harus direspon sesegeranya, sehingga tidak jarang jalan keluar dari persoalan-persoalan kehidupan adalah berupa perkelahian (antar pelajar), korupsi, mencari dan melakukan jalan pintas yang tidak dibenarkan dalam menyelesaikan berbagai persoalan dalam hidup.
Kondisi globalisasi cenderung membawa manusia ke arah situasi alienasi, yang bisa dibedakan ke dalam tiga kelompok yaitu pertama mereka teralienasikan dari Tuhannya, karena prestasinya dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan teknologi, mereka menjadi aties. Kedua mereka terkena “future shock” dimana mereka teralienasikan dari lingkungannya. Ketiga mereka teralienasikan dari Tuhan dan lingkungannya, yang semua ini sebenarnya berawal dari persoalan kejiwaan yang manusia itu sendiri berperan memunculkan penyebabnya dan menjadi korbannya, sebagai akibat dari manusia sendiri yang mengembangkan Ilmu pengetahuan dan Teknologi yang menolak realitas metafisik hanya berpijak pada realitas fisik atau premis positivisme.
Analisis dan Pemecahan Masalah
Dari kenyataan di atas, tantangan yang dihadapi dunia pendidikan Islam yang secara inklusif termasuk di dalamnya Pesantren semakin hari semakin membesar, yang menyebabkan mau tidak mau akan terjadi pergeseran nilai baik menyangkut segi pengelolaan maupun in put masukannya (sumber belajar), karenanya Pesantren sebagai sebuah Lembaga Pendidikan Islam harus mau dan mampu menerima kenyataan ini dan harus segera membenahi diri untuk menuju dan menjadi lembaga pendidikan yang siap mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan teknologi.
Pesantren ke depan tidak bisa dipisahkan dari proses globalisasi, bahkan keberadaannya ke depan justeru ditentukan oleh salah satu syaratnya adalah kemampuannya mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ini untuk dapat berintegrasi secara kultural dengan sistem internasional, yang ditandai dengan kinerja institusi di dalam dan keluar harus rasional, dinamis dan kompetitif.
Lembaga Pendidikan Islam harus mengupayakan tumbuh dan berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan teknologi yang islami, sehingga ke depan Lembaga Pendidikan Islam seperti Pesantren kita ini pun diharapkan dapat menjadi Centre of Exellence bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi yang islami itu, sehingga persoalan seperti dijelaskan di muka bahwa Pengetahuan dan Teknologi sering menimbulkan dampak negatif, dapat terhindarkan.
Ada berbagai hal yang harus dilakukan oleh Civitas akademika Pesantren untuk memulai upaya menumbuhkembangkan Ilmu Pengetahuan dan teknologi yang islami di lingkungan pondok Pesantren , yaitu :
1. Penjabaran Visi - Misi Pesantren
1. Visi Pesantren , yang berbunyi : menjadi pesantren yang diminati dengan membekali santri untuk menjadi seorang muslim sejati dan memiliki wawasan IMTAQ dan IPTEK, dengan ciri-ciri sebagai berikut : (1) Mempunyai santri yang bertaqwa, berakhlak mulia, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam yang benar, berkepribadian bulat utuh (insan kamil), percaya kepada diri sendiri, sehat rohani dan jasmani, peduli terhadap agamanya, masyarakat, bangsanya serta memiliki pengetahuan agama dan umum yang luas dan mendalam; (2) Menjadikan mata pelajaran Bahasa Arab, Inggris dan Al-Qur’an sebagai mata pelajaran unggulan.(3) Mempunyai ruang belajar, laboratorium Bahasa Arab/Inggris dan IPA, perpustakaan, dan komputer, dengan misi, sbb. : (a)Menerapkan pendidikan secara utuh, berciri Rabbaniyah, Tawazun, dan Fleksibel. (b) Menerapkan sistem pendidikan Islam yang menitik-beratkan pada penanaman, pembinaan akhlakul karimah, kemampuan berbahasa Arab dan berbahasa Inggris, memahami Al-Qur’an, kitab kuning, memberikan ilmu pengetahuan umum dan teknologi (IPTEK) dan keterampilan lain serta memberikan bimbingan atas tuntutan pening-katan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan manusia seutuhnya yang terbentuk dalam pribadi yang berkualitas yaitu manusia beriman dan bertaqwa (IMTAQ), sehingga menghasilkan sosok santri dan santriwati yang memiliki ilmu pengetahuan agama yang mempunyai wawasan keilmuan modern. (c) Menyediakan pelayanan belajar yang efektif dengan sumber belajar yang memadai serta melaksanakan bimbingan (pembinaan) remedial/ pengayaan dan perbaikan yang terus menerus pada santri (d) Meningkatkan pembinaan dan pengetahuan apresiasi seni serta pengajian bagi santri. (e)Menumbuhkan tali silaturrahmi dan koordinasi antara santri dan guru, guru dengan orang tua, guru dengan masyarakat, dan sekolah dengan lembaga lainnya yang sama sama menangani masalah pendidikan.
adalah merupakan pijakan yang kokoh bagi pesantren untuk dapat menumbuh kembangkan penguasaan Ilmu dan teknologi, harus berbanding lurus dengan orientasi pengembangan akhlak/ moral di kalangan Santri / Santriawati .
Hal ini karena persoalan masyarakat (muslim) tidak hanya masalah moral semata, tapi juga menyangkut semua aspek kehidupan, yang semuanya itu manakala kita menginginkan tatanan kehidupan masyarakat yang Islami , maka ke depan Pesantren sudah harus mampu menjadi pelopor bahwa al Qur’an merupakan sumber dan dapat memberikan justifikasi terhadap persoalan yang berkembang di masyarakat, mulai dari menjawab tantangan kehidupan sosial, politik, ekonomi dan keagamaan sampai dapat dijadikan sebagai formula pengembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi.
Al Qur’an akan menjadi paradigma dan dasar serta pemberi makna spritual bagi pengembangan Sains dan Teknologi yang kini berwajah value free, di saat al Qur’an itu dikomunikasikan oleh berbagai institusi dunia . Karenanya maka tiada alternatif lain dari kehidupan sekarang kecuali kembali kepada ajaran petunjuk Allah dan Rasul-Nya dengan mempedomani Al Qur’an dan sunnah. Agent of Change untuk kembali kepada petunjuk Allah dan Rasul Nya itu, maka Pesantren selaku lembaga pendidikan Islam mau tidak mau harus ikut terlibat menjadi penentu terwujudnya hal itu, dengan langkah awal kalangan Pesantren , pertama merumuskan langkah strategis sebagai penjabaran visi-misi di atas; kedua, dapat mempelopori pembentukan wadah bagi para ilmuwan ( ulama dan cendekiawan) dari berbagai disiplin ilmu untuk bergabung dan duduk bersama mengkaji dan membicarakan isi al Qur’an yang hasilnya dapat dijadikan pedoman oleh ummat dalam menjalani kehidupan di era global ini.
2. Pengenalan Sains di kalangan Santri / Santriawati
Pesantren harus sudah merintis desain program pendidikan yang mengenalkan Sains di kalangan Santri / Santriawati nya, misalnya pengkajian tafsir al Qur’an dengan sistem komputer, pengkajian ontologi dan aksiologi sains dengan nash al Qur’an sebagai referensi, dll.
Perubahan muatan program pendidikan dan pengajaran ini tentu harus dibarengi dengan rekrutmen tenaga pendidiknya yang secara kualitatif profesional di bidangnya, penyediaan sarana penunjang yang memadai seperti laboratorium al Qur’an dan pustaka yang refresentatif menjadi daya dukung bagi pelaksanaan program ini. Disamping itu, pembaharuan metodologi pembelajaran yang menekankan pengembangan pola berfikir ilmiah, di mana Santri / Santriawati diajak untuk senantiasa terbiasa berfikir deduktif, induktif, kausalitas dan berfikir kritis terhadap sesuatu hal yang mereka pelajari.
3. Kemauan Melakukan Tajdid
Kejumudan dan kekakuan atas Islam sepertinya sudah mengakar di kalangan sebahagian besar umat Islam, dimana gejala ini disebabkan antara lain : (1) setiap pemikiran manusia masih terikat pada bahasa dengan segala peraturan dan keterbatasannya. Akibatnya menganggap teks-teks yang sebenarnya bersifat imanen dari segi bahasa — yakni berfungsi dalam batas suatu bahasa dan kondisi tertentu – dianggap sebagai transenden ilahi; (2) sebab pertama mengakibatkan unsur yang tertulis dari agama dan kebudayaan Islam; (3) interpretasi yang terbatas dan tertutup terhadap al Qur’an dan Sunnah sebagai suatu teks yang membicarakan fakta dan peraturan, bukan makna dan nilai; (4). Sikap apologetis terhadap aliran lain (Kalam, Fikih, dan sebagainya). Sikap ini menunjang ketertutupan dan kejumudan pemikiran Islam; dan (5).sistem pendidikan yang terlalu mementingkan wibawa terlalu besar terhadap tradisi (mazhab klasik) terutama teks tradisional dan guru, serta lebih mementingkan hapalan daripada sikap kritis.”
Ijtihad merupakan prinsip dasar gerakan Islam, dan metode untuk merekonstruksi pemikiran Islam , karenanya kalangan Pesantren harus punya kesamaan pandangan bahwa pintu Ijtihad senantiasa tetap terbuka, sehingga dari Pesantren ini diharapkan lahir tradisi ilmiah untuk senantiasa menumbuhkan kembangkan apresiasi atas agama sesuai dengan perkembangan masa dan keadaan.
Implementasi hal tersebut, maka Pesantren, pertama harus mampu menambah dan memperkaya materi dari yang sudah tertera dalam buku-buku yang adanya bahkan sejak terbentuknya ilmu tersebut, yang memang dari materi yang “baku” tadi terletak kekuatan batang tubuhnya ilmu, tapi dengan berkembangnya ilmu dan wilayah studi Islam, maka perkembangan literatur baru yang berhubungan dengan itu masih dirasakan sangat kurang. Kedua perlunya mencermati nuansa pemikiran studi keislaman modern, dalam artian bahwa bukan berarti menjelekkan pendekatan normatif, namun pendekatan normatif ini tidak mengenal adanya sifat kritis-historis yang sangat diperlukan bagi pengembangan ilmu Pengetahuan dan teknologi. Ketiga perlunya membiasakan di kalangan Santri / Santriawati dalam memandang dunia dengan pandangan yang lebih rasional, progresif dan menekankan transformasi sosial, sebab dari sini akan melahirkan sikap kritis di kalangan para Santri / Santriawati , mulai mengkaji keilmuan sampai pada merespon masalah sosial kemasyarakatan.
Untuk hal yang pertama, kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan akan literatur baru masih dirasakan sangat kurang, Pesantren dapat melakukan langkah awal, pertama dengan menerbitkan journal-journal yang selama ini memang merupakan barang langka di kalangan Perguruan Tinggi Islam. Sedangkan untuk hal yang kedua harus mau keluar dari dominasi pendekatan normatif ke berfikir yang bersifat kritis historis, dalam proses pembelajaran dan kehidupan keseharian di kampus. Sedangkan untuk hal yang ketiga, Pesantren harus mengupayakan bagaimana para Santri / Santriawati nya dapat peka , bersikap kritis terhadap masalah realitas dunia luar kampus.
4. Penguatan Daya Dukung Lembaga
Selama ini hampir seluruh Perguruan Tinggi Islam yang rata-ratanya dibangun dan berbasis kuat di masyarakat, maka daya dukung para stekecholder yang lebih dikedepankan daya dukung finansial dan materi, sementara daya dukung muatan program pendidikan mungkin belum digarap secara baik.
Untuk kepentingan dapat tumbuh dan berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan teknologi di Pesantren, maka ke depan Pesantren harus mampu dan mau mencari dan merangkul para ulama – ilmuwan – cendekiawan dalam berbagai disiplin ilmu, untuk duduk bersama membicarakan bagaimana menjadikan Pesantren sebagai sebuah institusi pendidan Islam modern, maju dan profesional serta mampu menjadi katalisator pengembangan Sains dan Teknologi Islami dan kehidupan Islami .
5. Penataan Lembaga
Penataan Pesantren agar kondusif bagi penumbuh kembangan Sains dan teknologi yang Islami, khazanah ilmu klasik yang dipakai saat ini sangat memungkinkan dijadikan pijakan, kalau diartikulasikan dengan metodologi dan idiom modern dan ditunjang dengan retrutmen Sumber Daya Insani yang kualifaid, yang tentu tidak sedikit, karenanya sebagai langkah awal Pesantren harus memperkenalkan Sains dan teknologi di kalangan dunia kultural Santri / Santriawati nya sekaligus mengajak mereka menilainya secara etis dan spritual.
sumber: http://uharsputra.wordpress.com/2007/06/08/dunia-pesantren/
WeLCoMe To 1'st Dewi's Blog
WelCome...!!! To My 1'st blog!!!
pendidikan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar