WeLCoMe To 1'st Dewi's Blog

WelCome...!!! To My 1'st blog!!!


pendidikan

pendidikan
sangat menyedihkan ya... pendidikan di negara kita...so.. jangan pernah menyia-nyiakan pendidikan yang kita dapat, karena masih banyak di luar sana yang kurang mendapat pendidikan yang layak. semoga pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Jumat, 15 Mei 2009

Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural

Saat ini pendidikan agama baik di sekolah maupun perguruan tinggi mendapat sorotan tajam dari masyarakat. Kritik yang paling menonjol adalah bahwa pendidikan agama tidak berdampak pada perubahan perilaku anak didik setelah mengalami proses pendidikan tersebut. Meskipun di beberapa sekolah pendidikan agama diberikan dengan porsi yang cukup besar, namun tetap tidak mampu mencegah anak berperilaku buruk seperti pergaulan bebas, tawuran, berpikiran sempit (dogmatis), kurangnya toleransi dan menghargai orang lain. Tidak heran jika banyak orang menjadi apatis dengan pendidikan agama, dan mempertanyakan sejauh mana efektifitas mata pelajaran tersebut bagi peningkatan kesadaran siswa baik secara kultural maupun agama.

Padahal salah satu modal penting dalam mengembangkan keberagamaan yang inklusif dan pluralis adalah melalui pendidikan agama. Di era multikulturalisme ini, pendidikan agama merupakan pilar penyangga kerukunan umat, sehingga diharapkan tidak saja menjadi fondasi integritas nasional yang kokoh, tetapi juga menjadi fondasi pengayom keberagaman yang sejati (genuine pluralism).

Sayangnya, pendidikan agama selama ini kurang bisa diharapkan kontribusinya dalam pembentukan masyarakat yang menghargai pluralisme, dan cenderung tidak menunjang demokratisasi. Hal ini disebabkan karena para guru agama umumnya masih menekankan segi kognitif dan hafalan semata, sementara ajaran agama disampaikan secara melulu teologis-indoktriner, menekankan eksklusifitas dan mengabaikan aspek pluralitas, sehingga makin membentuk chauvinisme rasa kebenaran pada agamanya sendiri. Selain itu masih lemahnya dukungan suasana dan sistem yang kondusif bagi perkembangan perilaku siswa yang lebih baik. Misalnya jika di sekolah tradisi penghormatan satu sama lain kurang, baik karena etnik, budaya atau agama yang berbeda, maka tentu sulit diharapkan kepada siswa untuk merubah perilakunya menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Dampaknya, pengajaran agama menjadi kurang menyentuh aspek realitas sosial yang sesungguhnya dan tidak sampai pada aksi nyata dari proses perilaku keagamaan. Untuk itu model pendidikan agama gaya lama yang cenderung eksklusif, dogmatis, mengacu pada masa lalu yang kelabu, dan tidak menyentuh aspek moralitas, perlu didekonstruksi atau dibongkar, kemudian dimunculkan model pendidikan yang menghargai kemanusiaan, membebaskan dari penindasan, memupuk persaudaraan, dan menekankan kebaikan serta kesejahteraan bersama.

Pendidikan agama haruslah diubah orientasi dan metodologinya. Pendidikan agama seyogianya bukan hanya berisi pengajaran tentang ajaran-ajaran agama dan kepercayaan ketuhanan semata. Namun, pendidikan agama harus memaparkan realitas sosial dan problem empirik, bervisi emansipatoris, dan menghindarkan diri dari indoktrinasi. Dengan begitu, pendidikan agama dapat menghasilkan pendidikan moral kemanusiaan yang berjiwa agama.

Pengembangan pendidikan agama berwawasan multikultural dapat diterapkan pada beberapa aspek; orientasi muatan (kurikulum), orientasi siswa dan orientasi reformasi persekolahan. Di dalam pendidikan yang berorientasi pada muatan, J. A. Banks (1999) menawarkan kerangka reformasi kurikulum dengan beberapa pendekatan; Pertama, pendekatan kontributif, dimana tujuan utama pendekatan ini dalam muatan kurikulum adalah untuk memasukkan materi-materi tentang keragaman kelompok-kelompok keagamaan (termasuk kelompok etnik dan kultural).

Kedua, pendekatan aditif yaitu mengambil bentuk penambahan muatan-muatan, konsep-konsep kedalam kurikulum tanpa mengubah struktur dasarnya. Dengan pendekatan ini, pendidikan agama memanfaatkan muatan-muatan khas multikultural sebagai pemerkaya bahan ajar; konsep-konsep tentang harmoni dan kehidupan bersama antarumat beragama memberi nuansa untuk mencairkan kebekuan "state of mind" siswa (dan guru) dalam merespon eksistensi agama-agama lain; tema-tema tentang toleransi, ko-eksistensi, pro-eksistensi, kerjasama, saling menghargai, saling memaham

sumber : http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=136722

Tidak ada komentar:

Posting Komentar